PACITAN,-Penerapan inovasi agar penurunan kasus penyebaran Demam Berdarah Dengue (DBD), penularan virus dengue melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Bila terinfeksi ngalami gejala nyeri hebat, terutama di tulang dan persendian, rasakan seolah-olah patah. Berdasarkan teori, harus memusnahkan virus dengue, berpotensi kematian.
Segala daya, upaya dan cara sistematis dipaparkan para tokoh atau ahli kesehatan melalui beberapa media pribadinya, institutnya, lokal dan nasional.
Sebagai kajian dari analisa Guru Besar Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (UNAIR) Prof Dr Aryati dr MKes SpPK(K). , Arifah Budi Nuryati di SKM ARTIKEL (12/12/2023), Atik Choirul Hidajah, dr., M.Kes Ketua Prodi Magister Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat UNAIR, Surabaya, Jawa Timur (18/2/2024) dan tinjau analis Dinas Kesehatan Pacitan.
Wolbachia pertama kali ditemukan di jaringan reproduksi nyamuk Culex pipiens oleh Hertig dan Wolbach tahun 1924, spesies ini dinamai Wolbachia pipientis.
Implementasi Wolbachia pertama di Yogyakarta, Indonesia, oleh World Mosquito Program (WMP). Kementerian Kesehatan simpulkan cukup bukti perluas penerapan Wolbachia agar jutaan penduduk Indonesia terlindung papar Demam Berdarah Dengue (DBD), Keputusan Menteri Kesehatan No. 1341/2022, metode Wolbachia diimplementasikan ke kota kota Indonesia.
“Wolbachia diimplementasikan di lima kota yaitu Yogyakarta (DI Yogya), Jakarta Barat (DKI Jakarta), Bandung (Jawa Barat), Semarang (Jawa Tengah), Bontang (Kalimantan Timur), dan Kupang (NTT).” sebut dr. Daru Kepala Dinas Kesehatan Pacitan
Dengan Metode Wolbachia, inovasi dari World Mosquito Program (WMP), berhasil diterapkan di berbagai negara, termasuk Indonesia, sejak 2011.
Beberapa negara selain Indonesia manfaatkan wolbachia nurunkan kasus DBD yaitu Brazil, Australia, Vietnam, Fiji, Vanuatu, Meksiko, Kiribati, New Caledonia, Sri Lanka, Laos, Kolombia, Honduras, El Salvador, Singapura (Metode Suppression) dan sebagainya.
Bakteri Wolbachia hanya dapat hidup pada serangga, tidak hidup tubuh manusia atau vertebrata lain.
Menurut dr.Atik kekhawatiran akan adanya bakteri Wolbachia yang dapat menyerang manusia itu tidak terbukti. Bakteri ini juga alamiah, bukan transgenik atau bakteri buatan yang sengaja dimasukkan ke dalam tubuh serangga tertentu.
Dirinya menyebut kalau nyamuk jantan dan nyamuk betina ini sama-sama memiliki bakteri Wolbachia di dalam tubuhnya, maka seluruh telurnya menetas dan telur-telur mengandung bakteri Wolbachia.
Wolbachia adalah bakteri disuntikan ke nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Wolbachia diklaim praktisi kesehatan Indonesia nurunkan tingkat rawat pasien dengue hingga 70 persen.
Replikasi virus DBD, potensi nyamuk Aedes aegypti menularkan ke manusia sehat akan terhambat karena tidak cukup makanan, lebih rendah daya tularnya.
“Tujuannya untuk mengganggu replikasi virus dengue sehingga dapat menurunkan tingkat kemampuan nyamuk sebagai penular DB.” jelas dr. Daru lebih lanjut (9/6/2024)
Nyamuk Wolbachia ini diyakini turunkan tingkat pertumbuhan nyamuk Aedes aegypti bervirus Dengue hingga kurang lebih 60 persen. Wolbachia dapat urunkan juga keparahan pasien DBD. Wolbachi tidak ditemukan alami di tubuh nyamuk Aedes Aegypti.
Berdasarkan jurnal penelitian di Asian Pacific Journal of Tropical Disease. Wolbachia, bakteri endosimbiotik ditemukan di tubuh serangga. Bakteri ini memanipulasi reproduksi inangnya dengan semuanya menguntungkan betina terinfeksi secara alami.
Nyamuk Jantan Ber-Wolbachia kawin dengan Nyamuk Betina, maka Telur tidak menetas. Nyamuk Jantan kawin dengan Betina Ber-Wolbachia, Telur menetas Ber-Wolbachia. Nyamuk Jantan Ber-Wolbachia kawin Betina Ber-Wolbachia, Telur otomatis menetas Ber-Wolbachia
Tahun 2022 Studi kelayakan pelaksanaan teknologi Wolbachia di Yogyakarta dan hasilnya penurunan 77% kasus demam berdarah dan 86% kasus perawatan rumah sakit.
WHO selaku Vector Control Advisory Group (VCAG) 2023 merekomendasikan nyamuk Aedes aegypti ber-wolbachia sebagai salah satu metode tangani kasus DBD. Membuktikan teknologi Wolbachia aman diterapkan. (Wijaya)